• Keindahan Alam di dunia

    Inilah keindahan alam yg diciptakan oleh ALLAH SWT,,karena itu kita harus banyak bersyukur dengan kenikmatan yg telah ALLAH ciptakan.

  • Keindahan Alam di dunia

    Inilah keindahan alam yg diciptakan oleh ALLAH SWT,,karena itu kita harus banyak bersyukur dengan kenikmatan yg telah ALLAH ciptakan.

  • Keindahan Alam di dunia

    Inilah keindahan alam yg diciptakan oleh ALLAH SWT,,karena itu kita harus banyak bersyukur dengan kenikmatan yg telah ALLAH ciptakan

  • Keindahan Alam di dunia

    Inilah keindahan alam yg diciptakan oleh ALLAH SWT,,karena itu kita harus banyak bersyukur dengan kenikmatan yg telah ALLAH ciptakan

  • Vicaris Vacanti Vestibulum

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

Beruswah Kepada Nabi Muhammad


 Sahabatku, kita punya cara untuk mengenang orang paling mulia di dunia, Nabi Muhammad saw.. Catatan ringkas ini semoga menjadi renungan buat kita. Berteladan kepada Nabi saw. Dia sejatinya uswah, pasti tidak akan membuat kita kecewa!
1) Kalau ada pakaian yang koyak, Nabi saw menambalnya sendiri tanpa perlu menyuruh isterinya. Beliau juga memerah susu kambing untuk keperluan keluarga maupun untuk dijual.
2) Setiap kali pulang ke rumah, bila belum tersaji makanan karena masih dimasak, sambil tersenyum beliau menyingsingkan lengan bajunya untuk membantu isterinya di dapur. Aisyah menceritakan bahwa kalau Nabi berada di rumah, beliau selalu membantu urusan rumahtangga.
3) Jika mendengar azan, beliau cepat-cepat berangkat ke masjid, dan cepat-cepat pula kembali sesudahnya.
4) Pernah beliau pulang menjelang pagi hari. Tentulah beliau teramat lapar waktu itu. Namun dilihatnya tiada apa pun yang tersedia untuk sarapan. Bahkan bahan mentah pun tidak ada karena ‘Aisyah belum ke pasar. Maka Nabi bertanya, “Belum ada sarapan ya Khumaira?’  Aisyah menjawab dengan agak serba salah, ‘Belum ada apa-apa wahai Rasulullah.’ Rasulullah lantas berkata, ‘Jika begitu aku puasa saja hari ini.’ tanpa sedikit tergambar rasa kesal di raut wajah beliau.
5) Sebaliknya Nabi saw sangat marah tatkala melihat seorang suami sedang memukul isterinya. Rasulullah menegur, ‘Mengapa engkau memukul isterimu?’ Lantas lelaki itu menjawab dengan gementar, “Isteriku sangat keras kepala! Sudah diberi nasihat dia tetap membangkang juga, jadi aku pukul dia.” Jelas lelaki itu.
“Aku tidak bertanya alasanmu,” sahut Nabi saw.
“Aku menanyakan mengapa engkau memukul teman tidurmu dan ibu dari anak-anakmu?”
6) Kemudian Nabi saw bersabda,”Sebaik-baik suami adalah yang paling baik, kasih dan lemah-lembut terhadap isterinya.’ Prihatin, sabar dan tawadlu’nya beliau dalam posisinya sebagai kepala keluarga langsung tidak sedikitpun merubah kedudukannya sebagai pemimpin umat.
7) Pada suatu ketika Nabi saw menjadi imam shalat. Dilihat oleh para sahabat, pergerakan Nabi antara satu rukun ke rukun yang lain agak melambat dan terlihat sukar sekali. Dan mereka mendengar bunyi gemeretak seakan sendi-sendi di tubuh Nabi mulia itu bergeser antara satu dengan yang lain. Lalu Umar ra  tidak tahan melihat keadaan Nabi yang seperti itu langsung bertanya setelah shalat.
‘Ya Rasulullah, kami melihat sepertinya engkau menanggung penderitaan yang amat berat. Sakitkah engkau ya Rasulullah?”
“Tidak, ya Umar. Alhamdulillah, aku sehat wal ‘afiat.”
“Ya Rasulullah.. .mengapa setiap kali engkau menggerakkan tubuh, kami mendengar suara gemeretak pada sendi-sendi tulangmu? Kami yakin engkau sedang sakit…” desak Umar penuh cemas.
Akhirnya Rasulullah mengangkat jubahnya. Para sahabat amat terkejut. Ternyata perut beliau yang kempis, kelihatan dililit sehelai kain yang berisi batu kerikil, untuk menahan rasa lapar beliau. Batu-batu kecil itulah yang menimbulkan bunyi gemeretak setiap kali bergeraknya tubuh beliau.
“Ya Rasulullah! Apakah saat engkau menyatakan lapar dan tidak punya makanan, kemudian kami tidak akan mengusahakannya buat engkau?’
Lalu Nabi saw menjawab dengan lembut, “Tidak para sahabatku. Aku tahu, apa pun akan engkau korbankan demi Rasulmu. Tetapi apakah akan aku jawab di hadapan ALLAH nanti, apabila aku sebagai pemimpin, menjadi beban kepada umatnya?’ ‘Biarlah kelaparan ini
sebagai hadiah ALLAH buatku, agar umatku kelak tidak ada yang kelaparan di dunia ini lebih-lebih lagi tiada yang kelaparan di Akhirat kelak.”
8) Nabi saw pernah tanpa rasa canggung sedikitpun makan di sebelah seorang tua yang dipenuhi kudis, miskin dan kotor.
9) Beliaupun hanya diam dan bersabar ketika kain sorbannya ditarik dengan kasar oleh seorang Arab Badawi hingga berbekas merah di lehernya. Begitupun dengan penuh rasa kehambaan beliau membersihkan tempat yang dikencingi seorang arab Badawi di dalam masjid sebelum beliau tegur dengan lembut perbuatan itu.
10) Kecintaannya yang tinggi terhadap ALLAH swt dan rasa penghambaan yang sudah menghunjam dalam diri Rasulullah saw menolak sama sekali rasa ingin diistimewakan (dipertuan).
11) Seolah-olah anugerah kemuliaan dari ALLAH langsung tidak dijadikan sebab untuknya merasa lebih dari yang lain, ketika di depan keramaian (publik) maupun saat seorang diri.
12) Pintu Syurga terbuka seluas-luasnya untuk Nabi, namun beliau masih tetap berdiri di sepinya malam, terus-menerus beribadah hingga pernah beliau terjatuh lantaran kakinya bengkak-bengkak.
13) Fisiknya sudah tidak mampu menanggung kemauan jiwanya yang tinggi. Bila ditanya oleh ‘Aisyah, ‘Ya Rasulullah, bukankah engaku telah dijamin Syurga? Mengapa engkau masih bersusah payah begini?’ Jawab baginda dengan lembut, ‘Ya ‘Aisyah, bukankah aku ini hanyalah seorang hamba? Sesungguhnya aku ingin menjadi hamba-Nya yang bersyukur.’
آللّهُمَ صَلّیۓِ ۈسَلّمْ عَلۓِ سَيّدنَآ مُحَمّدْ وَ عَلۓِ آلِ سَيّدنَآ مُحَمَّدٍ

Kematian (Ternyata) Tak Datang Tiba-Tiba

Ketika satu per satu sahabatku pergi meninggalkanku…
Menuju alam yang belum pernah kuketahui wujudnya. Aku masih juga belum ter sadarkan. Kematian itu datang tak mengetuk pintu. Mencerabut manusia dari orang-orang terkasihnya tak peduli ia miskin atau kaya,tua atau muda,sengsara atau bahagia,siap atau tak siap menyambutnya.
Masih saja aku bergeming. Menganggap kematian itu masih jauh dariku. Kematian adalah milik orang lain. Aku? Entah lah..Yang jelas aku yakin ia masih jauh dariku. Lihat saja tubuhku yang bugar,lenganku yang kokoh,pandangan mataku yang tajam,langkah kakiku yang tegap, tak ada satu pun yang menunjukkan bahwa aku pantas dijemput maut.
Aku senantiasa menjaga kebugaran tubuhku. Olahraga dan suplemen vitamin menjadi makananku sehari-hari. Pun check up rutin kulakukan setahun sekali. Sungguh,saat ini aku tak yakin kematian akan menghampiriku.
Hingga sore tadi tubuhku tiba-tiba menggigil. Bukan,bukan karena sakit,karena seperti kubilang tadi,aku rajin berolahraga,minum vitamin,dan berobat rutin ke dokter. Aku tergetar oleh sebuah pesan singkat yang singgah di selulerku. Seorang sahabat (lagi-lagi) meninggalkanku tanpa pamit. Seorang sahabat yang pagi tadi masih kunikmati tawanya yang berderai-derai,tegap badannya yang gagah,langkah kakinya yang tegap,pandangan matanya yang tajam…
Oh kematian…pelajaran apa yang hendak kau bagi kali ini?
Bahwa kematian itu datang tiba-tiba?
Bahwa kita tak pernah tahu kapan ia menjemput kita?
Bahwa kematian tak mungkin menghampiri kita di usia yang masih belia?
Benarkah?
Bukankah Dia telah mengingatkan kita dalam kitab-Nya yang sempurna bahwa tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati?
Bukankah Dia juga mengingatkan melalui lisan utusan-Nya yang mulia bahwa orang yang paling cerdas diantara kita adalah yang paling banyak menyiapkan bekal untuk kehidupan akhiratnya?
Bukankah Dia telah ‘memvonis’ saat kepulangan kita seiring Ia hembuskan ruh di jasad kita?
Sungguh,berulang kali Dia mengingatkan kita akan satu kepastian ini.
Masihkah kita menganggap bahwa kematian itu datang tiba-tiba?

KISAH TAUBATNYA AHLI MAKSIAT

Kisah ini diambil dari majalah “Al-Ummah Al-Qatriyyah” No. 70, dari kolom bertajuk “TAUBAT”, ditulis oleh Husein Uwais Mathar.
Sungguh sahabatku telah berubah, tertawanya renyah lembut menyapa setiap telinga, laksana fajar menyingsing menyambut pagi. Padahal sebelumnya tertawanya seringkali memekakkan telinga dan menyakiti perasaan. Kini pandangannya sejuk penuh tawadhu. Sedangkan sebelumnya penuh dengan pandangan yang destruktif. Ucapan yang keluar dari mulutnya kini penuh dengan perhitungan, padahal sebelumnya sesumbar ke sana kemari melukai dan menyakiti hati orang, tidak peduli dan tidak ada beban dosa. Wajahnya tenang diliputi cahaya hidayah setelah sebelumnya terkesan garang dan tidak ada belas kasihan.
Aku tatap wajahnya, dia paham apa yang aku inginkan, lalu ia berkata,
“Sepertinya engkau ingin bertanya kepadaku. Apa yang membuatmu berubah?”
“Ya, itu yang aku ingin Tanya kepadamu”, tandasku, wajahmu yang kulihat beberapa tahun yang lalu berbeda 180 derajat dengan wajah yang kulihat sekarang.
سُبْحَانَ مُغَيِّرِ الأَحْوَالِ
Maha suci Allah yang Maha merubah keadaan,” katanya penuh rasa syukur. “Hmm… pasti di balik semua itu ada kisah menariknya,” komentarku.
“Ya, kisahnya bila kukenang, selalu menambah keimananku kepada Allah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu, kisahnya melebihi khayalan, namun tetap sebuah kenyataan yang telah merubah arah hidupku, sekarang aku akan ceritakan semua kisah ini.”
Ketika aku sedang mengendarai mobil menuju Kairo, di salah satu jembatan yang menghubungkan kota tersebut, tiba-tiba seekor sapi dan seorang anak kecil melintas di depanku, aku kaget dan tidak dapat mengendalikan kendaraan. Tanpa sadar mobilku terjun ke sungai, dan aku sudah ada di dalam air. Aku angkat kepalaku ke atas agar bisa bernafas, tetapi mobilku terus tenggelam dan air nyaris memenuhi dalam mobilku, tanganku segera menjamah gagang pintu, tapi pintunya terkunci. Saat itu aku merasa akan segera mati, yang terbayang adalah perjalanan hidupku yang penuh dengan dosa dan noda. Segalanya seperti gelap, seperti berada di terowongan yang dalam dan gelap, panik mencekam dan batinku berteriak, “Yaa Rabb… Selamatkanlah aku, bukan dari kematian yang sebentar lagi akan kualami, tapi selamatkanlah aku dari segala dosa yang telah melingkupi diriku, aku merasa jiwaku seperti melayang dan mohon ampun kepada Allah sebelum menemui-Nya, lalu aku mengucap dua kalimat syahadat, aku mulai merasa akan mati.
Aku berusaha menggerakkan tanganku untuk menggapai sesuatu, tiba-tiba tanganku menyentuh sesuatu yang bolong, aku ingat!, bolongan tersebut berasal dari kaca bagian depan, yang pecah sejak tiga hari yang lalu, tanpa pikir panjang lagi, aku dorong sekuat tenaga badanku keluar dari kaca bolong tersebut, aku kembali melihat cahaya terang, aku lihat masyarakat menyaksikan dari tepi sungai seraya saling berteriak keras agar ada salah seorang yang menolongku, lalu terjun dua orang dari mereka ke sungai dan membawaku ke tepinya, dengan fisik yang lemah lunglai aku masih merasa tidak yakin bisa selamat dan kembali hidup, dari kejauhan kulihat mobilku perlahan-lahan terbenam ke dalam air. Sejak detik itu aku merasa sangat ingin meninggalkan masa laluku yang penuh dengan dosa, hal itu langsung kubuktikan sesampainya di rumah, langsung kurobek-robek gambar dan poster para selebritis pujaan dan gambar wanita setengah telanjang yang sengaja kupajang di dinding rumahku, lalu aku masuk ke kamar dan menghempaskan badanku di atas kasur sambil menangis, baru pertama kali ini aku merasa menyesal terhadap dosa-dosa yang telah kuperbuat, semakin keras tangisku dan semakin deras air mataku bercucuran, sementara badanku gemetar. Saat itulah aku mendengar azan, seakan-akan aku baru mendengarnya pertama kali. Aku langsung bangkit berdiri dan segera bergegas mengambil air wudhu. Di masjid, setelah aku menunaikan shalat, aku menyatakan taubat dan mohon kepada Allah  agar mengampuniku; Sejak itulah sebagaimana yang engkau lihat sekarang wajahku berubah karena taubat.”
Aku tertegun mendengar ceritanya lalu aku katakan kepadanya :
هَنِيْئًا لَكَ يَا أخِيْ وَحَمْدًا للهِ عَلَى سَلاَمَتِكَ لَقَدْ أَرَادَ اللهُ بِكَ خَيْرًا وَاللهُ يَتَوَلاَّكَ وَيَرْعَاكَ وَيُثَبِّتُ عَلَى الْحَقِّ خُطَاكَ
“Berbahagialah engkau hai saudaraku, segala puji bagi Allah atas keselamatanmu, sungguh Allah telah menghendaki kebaikan terhadapmu, Allah akan selalu melindungimu dan menjagamu, serta mengokohkan langkahmu di atas kebenaran”. (hdn)

TAUBAT SEJATI

Hidup tak ubahnya seperti menelusuri jalan setapak yang becek di tepian sungai nan jernih. Kadang orang tak sadar kalau lumpur yang melekat di kaki, tangan, badan, dan mungkin kepala bisa dibersihkan dengan air sungai tersebut. Boleh jadi, kesadaran itu sengaja ditunda hingga tujuan tercapai.

Tak ada manusia yang bersih dari salah dan dosa. Selalu saja ada debu-debu lalai yang melekat. Sedemikian lembutnya, terlekatnya debu kerap berlarut-larut tanpa terasa. Di luar dugaan, debu sudah berubah menjadi kotoran pekat yang menutup hampir seluruh tubuh.

Itulah keadaan yang kerap melekat pada diri manusia. Diamnya seorang manusia saja bisa memunculkan salah dan dosa. Terlebih ketika peran sudah merambah banyak sisi: keluarga, masyarakat, tempat kerja, organisasi, dan pergaulan sesama teman. Setidaknya, akan ada gesekan atau kekeliruan yang mungkin teranggap kecil, tapi berdampak besar.

Belum lagi ketika kekeliruan tidak lagi bersinggungan secara horisontal atau sesama manusia. Melainkan sudah mulai menyentuh pada kebijakan dan keadilan Allah swt. Kekeliruan jenis ini mungkin saja tercetus tanpa sadar, terkesan ringan tanpa dosa; padahal punya delik besar di sisi Allah swt.

Rasulullah saw. pernah menyampaikan nasihat tersebut melalui Abu Hurairah r.a. “Segeralah melalukan amal saleh. Akan terjadi fitnah besar bagaikan gelap malam yang sangat gulita. Ketika itu, seorang beriman di pagi hari, tiba-tiba kafir di sore hari. Beriman di sore hari, tiba-tiba kafir di pagi hari. Mereka menukar agama karena sedikit keuntungan dunia.” (HR. Muslim)

Saatnyalah seseorang merenungi diri untuk senantiasa minta ampunan Allah swt. Menyadari bahwa siapa pun yang bernama manusia punya kelemahan, kekhilafan. Dan istighfar atau permohonan ampunan bukan sesuatu yang musiman dan jarang-jarang. Harus terbangun taubat yang sungguh-sungguh.

Secara bahasa, taubat berarti kembali. Kembali kepada kebenaran yang dilegalkan Allah swt. dan diajarkan Rasulullah saw. Taubat merupakan upaya seorang hamba menyesali dan meninggalkan perbuatan dosa yang pernah dilakukan selama ini.

Rasulullah saw. pernah ditanya seorang sahabat, “Apakah penyesalan itu taubat?” Rasulullah saw. menjawab, “Ya.” (HR. Ibnu Majah) Amr bin Ala pernah mengatakan, “Taubat nasuha adalah apabila kamu membenci perbuatan dosa sebagaimana kamu mencintainya.”

Taubat dari segala kesalahan tidak membuat seorang manusia terhina di hadapan Tuhannya. Justru, akan menambah kecintaan dan kedekatan seorang hamba dengan Tuhannya. Karena Allah sangat mencintai orang-orang yang bertaubat dan mensucikan diri. “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222)

Taubat dalam Islam tidak mengenal perantara. Pintu taubat selalu terbuka luas tanpa penghalang dan batas. Allah selalu menbentangkan tangan-Nya bagi hamba-hamba-Nya yang ingin kembali kepada-Nya. Seperti terungkap dalam hadis riwayat Imam Muslim dari Abu musa Al-Asy`ari. “Sesungguhnya Allah membentangkan tangan-Nya di siang hari untuk menerima taubat orang yang berbuat kesalahan pada malam hari sampai matahari terbit dari barat.”
Karena itu, merugilah orang-orang yang berputus asa dari rahmat Allah dan membiarkan dirinya terus-menerus melampaui batas. Padahal, pintu taubat selalu terbuka. Dan sungguh, Allah akan mengampuni dosa-dosa semuanya karena Dialah yang Maha Pengampun lagi Penyayang.

Orang yang mengulur-ulur saatnya bertaubat tergolong sebagai Al-Musawwif. Orang model ini selalu mengatakan, “Besok saya akan taubat.” Ibnu Abas r.a. meriwayatkan, berkata Nabi saw. “Binasalah orang-orang yang melambat-lambatkan taubat (musawwifuun).” Dalam surat Al-Hujurat ayat 21, Allah swt. berfirman, “Dan barangsiapa yang tidak bertaubat, mereka itulah orang-orang yang zalim.“

Abu Bakar pernah mendengar ucapan Rasulullah saw., “Iblis berkata, aku hancurkan manusia dengan dosa-dosa dan dengan bermacam-macam perbuatan durhaka. Sementara mereka menghancurkan aku dengan Laa ilaaha illaahu dan istighfar. Tatkala aku mengetahui yang demikian itu aku hancurkan mereka dengan hawa nafsu, dan mereka mengira dirinya berpetunjuk.”

Namun, taubat seorang hamba Allah tidak cuma sekadar taubat. Bukan taubat kambuhan yang sangat bergantung pada cuaca hidup. Pagi taubat, sore maksiat. Sore taubat, pagi maksiat. Sedikit rezeki langsung taubat. Banyak rezeki kembali maksiat.

Taubat yang selayaknya dilakukan seorang hamba Allah yang ikhlas adalah dengan taubat yang tidak setengah-setengah. Benar-benar sebagai taubat nasuha, atau taubat yang sungguh-sungguh.

Karena itu, ada syarat buat taubat nasuha. Antara lain, segera meninggalkan dosa dan maksiat, menyesali dengan penuh kesadaran segala dosa dan maksiat yang telah dilakukan, bertekad untuk tidak akan mengulangi dosa.

Selain itu, para ulama menambahkan syarat lain. Selain bersih dari kebiasaan dosa, orang yang bertaubat mesti mengembalikan hak-hak orang yang pernah dizalimi. Ia juga bersegera menunaikan semua kewajiban-kewajibannya terhadap Allah swt. Bahkan, membersihkan segala lemak dan daging yang tumbuh di dalam dirinya dari barang yang haram dengan senantiasa melakukan ibadah dan mujahadah.

Hanya Allahlah yang tahu, apakah benar seseorang telah taubat dengan sungguh-sungguh. Manusia hanya bisa melihat dan merasakan dampak dari orang-orang yang taubat. Benarkah ia sudah meminta maaf, mengembalikan hak-hak orang yang pernah terzalimi, membangun kehidupan baru yang Islami, dan hal-hal baik lain. Atau, taubat hanya hiasan bibir yang terucap tanpa beban.

Hidup memang seperti menelusuri jalan setapak yang berlumpur dan licin. Segeralah mencuci kaki ketika kotoran mulai melekat. Agar risiko jatuh berpeluang kecil. Dan berhati-hatilah, karena tak selamanya jalan mendatar.

KEPRIBADIAN MUSLIM

Apa yang terbayang di benak kita ketika berbicara mengenai Kepribadian Muslim? Mungkin ada yang menjawab; Kepribadian muslim itu tercermin pada orang yang rajin menjalankan Islam dari aspek ritual seperti shalat. Ada yang mengatakan kepribadian muslim itu terlihat dari sikap dermawan dan suka menolong orang lain atau aspek sosial. Mungkin ada yang berpendapat kepribadian muslim itu terlihat dari penampilan seseorang yang kalem dan baik hati.

Jawaban di atas hanyalah satu aspek saja dan masih banyak aspek lain yang harus melekat pada pribadi seorang muslim. Oleh karena itu standar pribadi muslim yang berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah merupakan sesuatu yang harus dirumuskan, sehingga dapat menjadi acuan bagi pembentukan pribadi muslim.

Ada beberapa karakteristik yang harus dipenuhi seseorang sehingga ia dapat disebut berkepribadian muslim, yaitu :

1. Salimul ‘Aqidah / ‘Aqidatus Salima (Aqidah yang lurus/selamat)
Salimul aqidah merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap muslim. Dengan aqidah yang lurus, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada ALLAH SWT, dan tidak akan menyimpang dari jalan serta ketentuan-ketentuan-Nya. Dengan kelurusan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepada ALLAH sebagaimana firman-Nya yang artinya : “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku, semua bagi Allah tuhan semesta alam”. (QS. al-An’aam [6]:162). Karena aqidah yang lurus/selamat merupakan dasar ajaran tauhid, maka dalam awal da’wahnya kepada para sahabat di Mekkah, Rasulullah SAW mengutamakan pembinaan aqidah, iman, dan tauhid.

2. Shahihul Ibadah (ibadah yang benar)
Shahihul ibadah merupakan salah satu perintah Rasulullah SAW yang penting. Dalam satu haditsnya, beliau bersabda: “Shalatlah kamu sebagaimana melihat aku shalat”. Maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk/mengikuti (ittiba’) kepada sunnah Rasul SAW yang berarti tidak boleh ditambah-tambahi atau dikurang-kurangi.

3. Matinul Khuluq (akhlak yang kokoh)
Matinul khuluq merupakan sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim, baik dalam hubungannya kepada Allah maupun dengan makhluk2-Nya. Dengan akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi di akhirat. Karena akhlak yang mulia begitu penting bagi umat manusia, maka salah satu tugas diutusnya Rasulullah SAW adalah untuk memperbaiki akhlak manusia, dimana beliau sendiri langsung mencontohkan kepada kita bagaimana keagungan akhlaknya sehingga diabadikan oleh ALLAH SWT di dalam Al Qur’an sesuai firman-Nya yang artinya: “Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak yang agung”. (QS. al-Qalam [68]:4).

4. Mutsaqqoful Fikri (wawasan yg luas)
Mutsaqqoful fikriwajib dipunyai oleh pribadi muslim. Karena itu salah satu sifat Rasulullah SAW adalah fatonah (cerdas). Al Qur’an juga banyak mengungkap ayat-ayat yang merangsang manusia untuk berfikir, misalnya firman Allah yang artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: ” pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir”.(QS al-Baqarah [2]:219)Di dalam Islam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita lakukan, kecuali harus dimulai dengan aktifitas berfikir. Karenanya seorang muslim harus memiliki wawasan keislaman dan keilmuan yang luas. Untuk mencapai wawasan yg luas maka manusia dituntut utk mencari/menuntut ilmu, seperti apa yg disabdakan beliau SAW : “Menuntut ilmu wajib hukumnya bagi setiap muslim”.(Muttafaqun ‘alaihi).Dan menuntut ilmu yg paling baik adalah melalui majelis2 ilmu spt yg digambarkan ALLAH SWT dlm firman-Nya:“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS. al-Mujadilaah [58]: 11).Oleh karena itu ALLAH SWT mempertanyakan kepada kita tentang tingkatan intelektualitas seseorang, sebagaimana firman-Nya yang artinya: Katakanlah: “samakah orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui?, sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”.(QS. az-Zumar [39]:9).

5. Qowiyyul Jismi (jasmani yg kuat)
Seorang muslim haruslah memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan kondisi fisik yang sehat dan kuat. Apalagi berjihad di jalan Allah dan bentuk-bentuk perjuangan lainnya.Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim dan pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan. Meskipun demikian, sakit tetap kita anggap sebagai sesuatu yang wajar bila hal itu kadang-kadang terjadi. Namun jangan sampai seorang muslim sakit-sakitan. Bahkan Rasulullah SAW menekankan pentingnya kekuatan jasmani seorang muslim spt sabda beliau yang artinya: “Mukmin yang kuat lebih aku cintai daripada mukmin yang lemah”. (HR. Muslim).

6. Mujahadatul Linafsihi (berjuang melawan hawa nafsu)
Hal ini penting bagi seorang muslim karena setiap manusia memiliki kecenderungan pada yang baik dan yang buruk. Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk amat menuntut adanya kesungguhan. Kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu. Hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran Islam)”. (HR. Hakim).

7. Harishun Ala Waqtihi (disiplin menggunakan waktu)
Harishun ala waqtihi merupakan faktor penting bagi manusia. Hal ini karena waktu mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah dan Rasul-Nya. Allah SWT banyak bersumpah di dalam Al Qur’an dengan menyebut nama waktu seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri, wallaili dan seterusnya.Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan tidak akan pernah kembali lagi. Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut untuk disiplin mengelola waktunya dengan baik sehingga waktu berlalu dengan penggunaan yang efektif, tak ada yang sia-sia. Maka diantara yang disinggung oleh Nabi SAW adalah memanfaatkan momentum lima perkara sebelum datang lima perkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum datang sakit, muda sebelum tua, senggang sebelum sibuk dan kaya sebelum miskin.

8. Munazhzhamun fi Syuunihi (teratur dalam suatu urusan)
Munazhzhaman fi syuunihi termasuk kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh Al Qur’an maupun sunnah. Dimana segala suatu urusan mesti dikerjakan secara profesional. Apapun yang dikerjakan, profesionalisme selalu diperhatikan. Bersungguh-sungguh, bersemangat , berkorban, berkelanjutan dan berbasis ilmu pengetahuan merupakan hal-hal yang mesti mendapat perhatian serius dalam penunaian tugas-tugas.

9. Qodirun Alal Kasbi (memiliki kemampuan usaha sendiri/mandiri)
Qodirun alal kasbi merupakan ciri lain yang harus ada pada diri seorang muslim. Ini merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian terutama dari segi ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang telah dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi. Karena pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh saja kaya bahkan memang harus kaya agar dia bisa menunaikan ibadah haji dan umroh, zakat, infaq, shadaqah dan mempersiapkan masa depan yang baik. Oleh karena itu perintah mencari nafkah amat banyak di dalam Al Qur’an maupun hadits dan hal itu memiliki keutamaan yang sangat tinggi.Dalam kaitan menciptakan kemandirian inilah seorang muslim amat dituntut memiliki keahlian apa saja yang baik. Keahliannya itu menjadi sebab baginya mendapat rizki dari Allah SWT. Rezeki yang telah Allah sediakan harus diambil dan untuk mengambilnya diperlukan skill atau ketrampilan.

10. Nafi’un Lighoirihi (bermanfaat bagi orang lain)
Manfaat yang dimaksud disini adalah manfaat yang baik sehingga dimanapun dia berada, orang disekitarnya merasakan keberadaan. Jangan sampai keberadaan seorang muslim tidak menggenapkan dan ketiadaannya tidak mengganjilkan.Ini berarti setiap muslim itu harus selalu mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal untuk bisa bermanfaat dan mengambil peran yang baik dalam masyarakatnya. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain”. (HR. Qudhy dari Jabir).

Untuk meraih kreteria Pribadi Muslim di atas membutuhkan mujahadah dan mulazamah atau kesungguhan dan kesinambungan. Allah swt berjanji akan memudahkan hamba-Nya yang bersungguh-sungguh meraih keridloan-Nya. “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” QS. Al Ankabut : 69. Allahu A’lam

KETIKA ABU HURAIRAH LAPAR


Diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Hurairah bahwa ia berkata, Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia, aku pernah menempelkan perutku ke tanah karena sangat lapar. Kadang aku menaruh batu di perutku karena lapar.
Suatu hari aku duduk di jalan yang biasa mereka lalui keluar, kemudian melintas Abu Bakar. Aku bertanya kepadanya tentang sebuah ayat dari Al-Qur’an dan aku tidak bertanya kepadanya kecuali karena mengharapkan dia memberiku makanan, akantetapi dia berlalu dan tidak memberiku.
Kemudian lewat di depanku Umar dan aku juga bertanya kepadanya tentang suatu ayat tentang Al-Qur’an, dan aku tidak bertanya kepadanya kecuali agar dia mau memberiku makanan, tetapi dia hanya berlalu dan tidak memberiku.

Kemudian Nabi saw. lewat di depanku dan tersenyum ketika beliau melihatku, dan beliau tahu apa yang aku rasakan dan ada apa di balik raut wajahku, kemudian beliau bersabda, “Hai Abu Hirr (bapak kucing).” Aku menyahut, “Labbaik, ya Rasulullah.” Sabda beliau, “Ikutlah.”

Kemudian beliau berjalan dan aku mengikuti beliau. Lalu beliau masuk dan aku meminta izin, dan beliau mengizinkan aku. Beliau masuk dan mendapatkan susu pada sebuah bejana, lalu beliau bertanya, “Dari mana susu ini?” Mereka menjawab, “Engkau dihadiahi oleh fulan.” Sabda beliau, “Abu Hirr.” Jawabku, “Labbaik, ya Rasulullah.”

Sabda beliau, “Pergilah ke Ahlus Shuffah dan panggil mereka untukku.”

Ahlus Shuffah adalah tamu-tamu Islam, yang tidak memiliki keluarga, tidak punya harta, dan tidak punya seorang pun (dan mereka tinggal di serambi belakang Masjid Nabi). Apabila Nabi dibawakan sedekah, beliau langsung mengirimkan kepada mereka dan tidak mengambil sedikitpun darinya. Dan, apabila beliau diberikan hadiah, beliau juga mengirimkannya kepada mereka dan mengambil sedikit darinya.

Perintah beliau untuk memanggil Ahlus Shuffah membuat aku tidak enak, maka aku berkata (kepada diriku sendiri), “Seberapa banyak susu mau dibagikan terhadap Ahlus Shuffah? Aku lebih berhak untuk mendapatkannya untuk memperkuat diriku. Dan bila beliau datang, beliau memerintahkan aku dan akulah yang membagikannya untuk mereka, dan tidak ada harapan bahwa aku akan mendapat bagian darinya, akantetapi mentaati Allah dan Rasul-Nya adalah wajib.”

Maka aku mendatangi mereka dan mereka pun datang. Kemudian meminta izin dan mereka diizinkan lalu masing-masing mengambil tempat duduk di dalam rumah.

Sabda beliau, “Ya Abu Hirr.” Aku sahut, “Labbaik, ya Rasulullah.” Sabda beliau, “Ambillah dan berikan kepada mereka.”

Maka aku mengambil bejana itu, kemudian memberikan seorang lau minum sampai kenyang, kemudian mengembalikan bejana itu kepadamu. Lalu aku berikan kepada seorang lagi dan minum sampai kenyang, kemudian dia mengembalikan bejana itu kepadaku. Lantas aku berikan lagi kepada yang lain dan minum sampai kenyang dan mengembalikan bejana itu kepadaku, sampai selesai kepada Nabi saw. dan semua orang telah kenyang. Kemudian beliau mengambil bejana itu dan meletakkannya di tangan beliau, kemudian melirik kepadaku dan tersenyum sambil bersabda, “Abu Hirr.” Aku jawab, “Labbaik, ya Rasulullah.” Sabda beliau, “Tinggal aku dan kamu.” Aku jawab, “Engkau benar, wahai Rasulullah.” Sabda beliau, “Duduk dan minumlah.” Aku pun duduk dan minum.

Beliau bersabda lagi, “Minumlah.” Dan aku pun minum lagi, dan beliau bersabda, “Minumlah.” Sampai aku mengatakan, “Tidak, demi Zat Yang telah mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak menemukan tempat lagi (di perutku).” Sabda beliau, “Perlihatkan kepadaku.” Maka aku berikan bejana itu kepada beliau, dan kemudian beliau memanjatkan puji syukur kepada Allah dan meminum yang tersisa.